Istirahat saat Tawaf dan Sa’i ?
۞ اِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَاۤىِٕرِ اللّٰهِ ۚ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ اَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ اَنْ يَّطَّوَّفَ بِهِمَا ۗ وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًاۙ فَاِنَّ اللّٰهَ شَاكِرٌ عَلِيْمٌ
Artinya;
“Sesungguhnya Safa dan Marwah merupakan sebagian syiar (agama) Allah.Maka, siapa beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, tidak ada dosa baginya mengerjakan sai antara keduanya. Siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri, lagi Maha Mengetahui.”
Dalam kondisi jarak tempuh yang begitu jauh, bagi sebagian jemaah haji, terutama lansia dan jemaah haji dengan kondisi kesehatan tertentu, menyelesaikan tawaf tanpa henti dapat menjadi kendala fisik yang berat dan berpotensi membahayakan. Hal ini memicu pertanyaan di antara jemaah, apakah diperbolehkan beristirahat di tengah tawaf dan sa’i?
Dalam kitab al-Mushannaf Ibnu Syaibah, Jilid IV, halaman 455 diceritakan bahwa Abdullah bin Umar pernah beristirahat saat melakukan tawaf. Peristiwa ini terjadi saat beliau baru menyelesaikan putaran ketiga dari tujuh putaran tawaf yang wajib dilakukan. Abdullah bin Umar duduk beristirahat dan seorang pembantunya terlihat mengipasi. Setelah itu, beliau berdiri dan melanjutkan tawafnya.
حدثنا أبو بكر قال حدثنا أبو معاوية عن جميل بن زيد قال : رأيت ابن عمر طاف
بالبيت ثلاثة أطواف ثم قعد يستريح ، وغلام له يروح علينا ثم قام فينا على طوافه [ ص: 455 ]
Artinya:
“Abu Bakar meriwayatkan dari Abu Muawiyah, dari Jarir bin Zaid, beliau berkata; “Aku melihat Ibnu Umar melakukan tawaf tiga putaran, kemudian duduk beristirahat, dan seorang pembantunya mengipasi kami. Kemudian dia berdiri di antara kami untuk melanjutkan tawafnya.”
Al-Lajnah ad-Daimah sebagai lembaga fatwa terkemuka di Arab Saudi pun telah mengeluarkan fatwa,
السنة أن يكون السعي متصلاً بالطواف بقدر الاستطاعة، فإن أخر السعي كثيراً ثم سعى أجزأه
“Disunnahkan pelaksanaan sa’i langsung (tanpa jeda) dengan thawaf sesuai kemampuan setiap orang. Namun jika ia mengakhirkan dengan jeda cukup lama kemudian selanjutnya mengerjakan sa’i, hal ini pun diperbolehkan.”
Syaikh Utsaimin juga mengeluarkan fatwa bahwa tidak disyaratkan thawaf dan sa’i dikerjakan secara langsung sekalipun dilakukan tanpa keadaan darurat. Andaikan seseorang melakukan thawaf di pagi hari kemudian sa’i di sore hari, hal ini diperbolehkan. Begitupun jika ia melakukan di awal malam kemudian sa’i di siang hari, ini pun diperbolehkan. Hal ini karena pelaksanaan thawaf dan sa’i secara langsung adalah sunnah, bukanlah wajib.
-
Boleh istirahat:
Diperbolehkan untuk berhenti sejenak, terutama saat ada keperluan mendesak seperti shalat berjamaah, kelelahan, atau sakit.
-
Caranya:
Ingat-ingat posisi terakhir dan lanjutkan lagi setelah istirahat. Anda tidak perlu mengulang dari awal putaran pertama.
-
Penting:
Jangan khawatir, tawaf tetap sah meskipun tidak dilakukan secara terus-menerus.
- Boleh istirahat: Anda diperbolehkan untuk berhenti sejenak jika merasa lelah atau sakit saat melakukan sai.
- Caranya: Setelah beristirahat, lanjutkan sai dari tempat terakhir Anda berhenti.
- Penting: Istirahat tidak membatalkan ibadah sai. Ibadah ini bisa dilanjutkan kembali dari posisi terakhir.
Wallahu a’lam bish shawab.